BAB I
LATAR
BELAKANG
Latar belakang saya untuk menulis makalah ini adalah
makalah ini memuat prinsip-prinsip dasar materi tentang studi hubungan
internasional yang sengaja dirancang untuk kalangan penstudi hubungan
internasional dan juga bagi siapa saja yang peduli terhadap masalah-masalah
internasioanl dan studi hubungan internasional.
Di dalamnya kita akan menemukan paparan komprehensif
mengenai studi ini memanfaatkan berbagai literature asing.walaupun hendak
menunjukkan karakter studi ini secara menyeluruh, penulis tetap mengedepankan
satu aspek yang dirasa sangat penting yaitu prespektif konsep-konsep dan teori
hubungan internasional. Misalnya teori realism politik internasional, teori
system internasional, teori pembuatan keputusan politik luar negeri, dan
tipologi teori pembuatan keputusan politik luar negeri.
Di bagian lain kita akan mendapatkan pokok bahasan yang
menyangkut masalah yang berkenaan dengan pandangan Negara sebagai actor utama
dalam system internasional serta berbagai actor lainnya yang memberikan
kontribusi dalam pencaturan politik internasional dan peranan kepentingan
nasional dalam politik dan hubungan internasional.
Hal yang tak kalah penting adalah mengenai manajemen
konflik dalam system internasional. Persoalan ini di kembangkan debgan
menggunakan materi manajemen konflik dalam system internasional serta metode
penyelesaian konflik serta berbagao pendekatannya.
Apakah Hubungan
Internasional Itu
Kompleksitas hubungan
internasional barangkali yang telah
memberikan akses kuat terhadap alasan, mengapa kita tertarik untuk mempelajari
hubungan internasional yang tercermin
dalam hubungan antar negara-negara sejak akhir Perang Dunia Kedua
semakin lama semakin kompleks. Kompleksitas ini disebabkan oleh tiga hal pokok.
Pertama, multiplikasi pelkaku-pelaku
dalam hubungan internasional, di antara mana persengketaan mungkin timbul,
multiplikasi ini tidak hanya dalam artian jenis pelaku akan tetapi juga jumlah
setiap jenis pelaku. Ke dua,
multiplikasi jumlah masalah-masalah yang dapat menjadi sebab dari
persengketaan.
Ke tiga,
multiplikasi cara dan peralatan yang dapat digunakan untuk memecahkan
persengketaan di masa depan, (Daoed Joesoef, 1989, 5).
Bagi pandangan (David N. Farnworth,
1988,1) yang mengemukakan bahwa ada dua alasan utama yang paling umum digunakan
untuk mengetahui orang tertarik untuk mempelajari hubungan internasional.
Pertama, keinginan untuk mengetahuilebih banyak tentang dampak atau implikasi
yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di bidang internasional bagi
kehidupan kita atau serta kemungkinan pengaruhnya manakala Negara0negara yang
mungkin lepas kontrol akan alat-alat yang digunakan. Ke dua, diperuntukkan bagi
kepentingan penelitian hubungan internasional dapat mangajarkan kita bahwa
suasana persengketaan/konflik tidak selamanya bersifat langgengyang terkadang
bisa mengancam kehidupan kita. Oleh karena itu jika alasannya hanya bersifat
tidak lebih hanya membedakan antara ancaman-ancaman internasional dengan
sungguh-sungguh dengan sendirinya bisa membangkitkan semangat studi hubungan
internasional.
Tujuan
Studi Hubungan Internasional
Pada prinsipnya,
tujuan studi hubungan internasional adalah untuk mempelajari perilaku para
aktor seperti misalnya negara, maupun yang bukan termasuk kategori sebuah
Negara (organisasi internasional) di dalam arena transaksi internasional.
BAB II
KERANGKA
TEORI
TEORI DALAM STUDI HUBUNGAN
INTERNASIONAL
TEORISASI STUDI
HUBUNGAN INTERNASIONAL
Telah
diuraikan tujuan dari studi hubungan internasional yaitu untuk menganalisis
fenomena-fenomena internasional yang terjadi. Tentunya untuk dapat melaksanakan
tugas ini, studi hubungan internasional memiliki instrumen-instrumen
analisisnya yang disebut sebagai “teori”.
BERBAGAI TEORI DALAM
HUBUNGAN INTERNASIONAL
Sebagai
langkah pertama yang perlu diperhatikan adalah yang berkaitan dengan
terminologi/ istilah teori. Kata teori, berasal dari bahasa Yunani yakni “theoro” yang artinya, melihat kepada. Pengertian istilah teori
seperti ini bagi pandangan ilmu politik dan hubungan internasional merujuk
kepada rumusan bahwa teori itu adalah “sistem generalisasi yang berdasarkan
kepada penemuan empiris atau yang dapat diuji secara empiris” (Estephen L.
Wasby, 1970, 62). Dala hal ini, teori memberikan gambaran dalam generalisasi
untuk menjelaskan apa yang terjadi. Teori senantiasa berkaitan erat dengan”...
pernyataan-pernyataan yang disebut hukum, yang satu sama lain diekspresikan ke
dalam variabel-variabel dengan berbagai sebutan terhadap sistem itu”. Teori
juga sering menunjukkan kepada sejulah generalisasi yang secara teratur,
sistematis dan sering berkaitan dengan deskripsi, analisis dan sintesa. (Ronald
H. Chilcote, 1981, 15). Namun secara etimologis, terminologi, teori berkonotasi
dengan dua hal yakni: (a). Suatu pandangan atau suatu konsepsi yang saling
berkaitan antara fakta-fakta; (b). Suatu pandangan atau konsepsi dari sebuah
sistem hukum-hukum atau konsepsi dari sebuah sistem hukum atau prinsip-prinsip.
(Madab. G. Gandhi, 1981,78).
- Teori Realisme Politik Sistem Internasional
Teori Politik dan hubungan internasional
realisme dianggap sebagai reaksi terhadap penganut paham utopianisme yang
didominasi oleh studi politik dan hubungan internasional di Amerika Serikat
(AS) dari tahun 1940-an sampai tahun 1960-an. Para pengajar studi hubungan
internasional di berbagai universitas-universitas di Amerika Serikat (AS)
senantiasa menggunakan buku-buku ajar yang berasal dari hasil karya
sarjana-sarjana kelompok aliran pemikiran realis meskipun ditambah dengan
buku-buku yang ditulis oleh sarjana di luar dari paham itu. Teori realisme
sebagaimana juga utopianisme, memiliki sifat normatif dan cenderung kepada
cirinya yang khusus sebagai “policyoriented”
dan lebih tinggi derajatnya jika dibandingkan dengan teori otopiaisme.
Sementara itu generalisasinya tentang
perilaku internasional bersumberkan sejarah. Sedangkan dari kelompok
utopianisme, lebih menekankan pada perkembangan norma-norma perilaku hubungan
internasional dengan berdasarkan kepada nilai-nilai hukum dan organisasi.
Realisme menekankan bahwa negara bangsa-negara bangsa dijadikan sebagai unit
analisisnya dan inilah pula yang palng pokok.
Teori realisme mengasumsikan bahwa
lokasi/wilayah geografis suatu bangsa, akan memberikan pengaruh terhadap
kemampuan nasionalnya serta orientasi kebijaksanaan politik luar negerinya.
Oleh sebab itu, kondosi atau faktor geografis bagi suatu bangsa/negara dianggap
sebagai satu hal yang esensial khususnya di dalam kerangka implementasi
kebijaksanaan politik luar negerinya.
2. Teori Sistem Studi
Hubungan Internasional
Kontrol sistem, tampaknya paling
banyak dan sangat aluas digunakan dalam studi ilmu politik dan hubungan
internasional.
Dalam kaitan ini pernah dilakukan
operasionalisasi terhadap teorisasi di dalam bidang hubungan internasional
seperti yang dilakukan oleh Morton Abraham Kaplan (1957, 4) yang mengemukakan
bahwa “a scientific politics can develop only if the materials of politics are
treated in terms of system of action”. Dan orang akan yakin saja bahwa setiap
sistem itu memiliki komponen-komponen. Suatu komponen-komponen itu dapat
diidentifikasikan dengan amat jelas. Misalnya diantara planet-planet dan matahari merupakan elemen-elemen tatasurya
(solar system).
Setiap sistem, memiliki tiga
karakteristik :
a.
Identifikasi unsur–unsur (unit-unit);
b.
Hubungan antarnegara unsur-unsur; dan
c.
Perbatasan (bouderies);
Dari karakteristik inilah mereka bekerja
ke dalam suatu sistem di mana bagian dari setiap unsur-unsur (elemen-elemen)
itu saling kait mengait satu sama laindan sebuah sistem itu dipengaruhi atau
dibatasi oleh lingkungannya yang berupa sistem-sistem lain di luar sistem itu
sendiri
Dalam praktek sistem teori yang
diaplikasikan dalam studi politik dan hubungan internasional, bahwa sistem ini
pertama kali dilihat sebagai suatu cara pandang (way of looking) terhadap fenomena-fenomena. Maka dengan pemikiran
seperti itu, dalam studi tertentu, pendekatan sistem akan melahirkan dua dasar
masalah yakni berupa serangkaian permasalahan-permasalahan.
Wujud sistem dalam tingkat internasional
di dalam studi hubungan internasional, dikemukakan oleh Morton A. Kaplan (1962,
4) mengatakan bahwa defenisi atau rumusan tentang sistem dalam konteks hubungan
internasional dianggap sebagai “set of
variables so related, in contradiction to its environtment, that is describe
behavioral regularities characterize the internal relationships of the set of
individual variables to combination to external variables” pendapat lainnya
dikemukakan oleh Charles A McClelland (1965, 258), sistem teori adalah suatu
teknik untuk membangun/membentuk/mengembangkan suatu pengertian dan pemahaman
hubungan-hubungan antara bangsa-bangsa yakni bertujuan untuk
mengidentifikasikan, mengukur interaksi ke dalam suatu sistem dan subsistem,
serangkaian perilaku dalam sistem serta reaksinya kepada yang lain yang
kesemuanya dapat dipelajari dengan melalui teorisasi.
Ada beberapa kemungkinan untuk membangun
alternatif-alternatif yang dapat dikonstruksikan kedalam enam model, yaitu :
a.
Balance of power system;
b.
Sistem bipolar longgar (loose bipolar
system);
c.
Sistem universal (universal system);
d.
Sistem bipolar ketat (tight bipolar
system);
e.
Sistem berjenjang/bertingkat;
f.
Sistem veto-unit/proliferasi (unit veto
system)
3. Teori Pembuatan
Keputusan Dalam Sistem Hubungan Internasional
Semenjak Perang Dunia Kedua, kepentingan
terhadap keputusan-keputusan (decisions) sebagai satu unsur sentral dalam
proses politik. David Easton, yang menggunakan terminologi seperti itu ke dalam
fungsi “output” dalam sistem politik.
Konsep pembuatan keputusan telah lama digunakan dalam sejarah diplomasi dan
aktivitas lembaga-lembaga pemerintahan. Konsep ini kemudian diambil oleh studi
ilmu politik untuk menganalisis perilaku keputusan/kebijaksanaan politik para
eksekutif. Studi kebijakan politik luar negeri sangat erat kaitannya dengan
teori pengambilan keputusan/kebijaksanaan dalam studi hubungan internasional
khususnya.
BAB III
URAIAN
TEKS
MASALAH DEFINISI
KONSEP POLITIK LUAR NEGERI
Pengertian Politik Luar Negeri
Politik
luar negeri adalah keseluruhan perjalanan keputusan pemerintah untuk mengatur
semua hubungan dengan negara lain. Politik luar negeri merupakan pola perilaku
yang diwujudkan oleh suatu negara sewaktu memperjuangkan kepentingan
nasionalnya dalam hubungannya dengan negara lain. Politik luar negeri dapat
diartikan sebagai suatu bentuk kebijaksanaan atau tindakan yang diambil dalam
hubungannya dengan situasi/aktor yang ada diluar batas-batas wilayah negara.
Tujuan atau sasaran politik luar
negeri didasarkan kepada dua unsur utama, dua unsur utama tersebut dalam
politik luar negeri yaitu :
a.
Tujuan nasional (national objectives); dan
b.
Sarana (means) untuk mencapai tujuan tersebut.
Tujuan Politik Luar Negeri
Dalam
setiap politik luar negeri pada umumnya memiliki tujuan yang hendak dicapai (foreign policy objectives) yang terkadang
melebihi kepentingan nasionalnya. Dalam hal ini tergantung kepada si pembuat
kebijaksanaan atau keputusan politik luar negeri yang bersangkutan dan dalam
hal ini, sering terjadi perbedaan-perbedaan terutama di dalam perspektif,
orientasi dan peranan orientasi politik luar negerinya.
Pandangan K. J. Holtsi (1974,
130-152) menguraikan berbagai kemungkinan untuk dapat memahami struktur dan
tujuan politik luar negeri yang pada dasarnya untuk mewakili, menegakkan,
membela, memperjuangkan dan memenuhi kepentingan nasional dalam forum
internasional yang tidak lain adalah forum interaksi masyarakat internasional.
Kepentinagn nasional menjadi prinsip dalam kerangka pelaksanaan politik luar
negeri.
K. J. Holtsi (1987, 175) membuat
suatu skema untuk menggambarkan dan klasifikasi ruang lingkup tujuan politik
luar negeri dengan menggunakan tiga kriteria, yakni :
a.
Nilai yang berada pada tujuan atau
tingkat nilai yang mendorong pembuat kebijaksanaan/keputusan dan penggunaan
sumber daya negara untuk mencapai tujuan itu;
b.
Unsur waktu untuk mencapai tujuan;
c.
Jenis tuntutan tujuan yang dibebankan
kepada negara lain kedalam sistem. Berdasarkan kepada kriteria tersebut, kita
dapat membentuk kategori tujuan politik-politik luar negeri itu sebagai berikut
:
1.
Nilai dan kepentingan “inti” (core objectives) yang mendorong pemerintah dan bangsa untuk
melakukan eksistensinya dalam rangka mempertahankan atau memperluas tujuan
sepanjang bisa dilakukan dengan atau tanpa menekan negara lain;
2.
Tujuan-tujuan antara (jangka menengah)
biasanya menekankan tujuannya kepada negara lain (komitmen untuk mencapai
tujuan ini secara sungguh-sungguh dan biasanya tujuan ini memiliki beberapa
pembatasan);
3.
Tujuan jangka panjang biasanya jarang
memiliki batasan waktu untuk mencapainya.
MANAJEMEN
KONFLIK DALAM SISTEM INTERNASIONAL
1.1 Dasar Pemikiran
Teori System
Konsep umum mengenai system ini
lahir dari pemikiran ilmu pengetahuan alam, lalu konsep ini diambil ali dan
dipergunakan oleh ilmuwan social dalam rangka mengkaji politik. Secara
sederhana, pemikiran dasar system itu mengacu pada satu asumsi bahwa masyarakat
itu merupakan satu totalitas sebagai satu kesatuan (entitas) yang mempunyai
elemen-elemen/unsure-unsur, dimana setiap unsure atau elemen tadi mempunyai
kaitan satu sama lain, system seperti ini dapat dianalogikan dengan satu
organism biologis.
Sekalipun demekian, system yang
digunakan dalam artian metodologik atau tatacara, berkaitan erat dengan
pendekatan systemic yang lebih dikenal dengan teori system sebagai langkah
pemilihan berbagai kemungkinan tingkat analisis yakni dengan masalah apa yang
harus ditelaah atau yang dapat diamati.
Khususnya dalam studi hubungan
interrnasional, masalah apa yang harus ditelaah, apa yang harus dipakai sebagai
unit analisis. Seperti apa yang dikatakan oleh David Singer (1961), bahwa di
dalam ilmu apapun, ada semacam keharusan untuk memilih sasaran analisis
tertentu. Dalam setiap bidang kegiatan keilmuan, selalu terdapat berbagai
metode untuk memilah-milah dan mengatur fenomena-fenomena yang akan dipelajari
demi analisis yang sistematis.
Misalnya, kita dapat memilih atau
memperhatikan bunga atau kebunnya, pphon atau hutannya, rumah atau kampungnya,
remaja nakal atau gengnya, dewan perwakilan rakyat atau parlemennya, dan
sebagainya. Dalam kaitannya dengan studi hubungan internasional, memungkinkan
kita untuk mempelajari
bunga-bunganya/batu-batuannya/pepohonannya/rumah-rumahnya/mobil-mobilnya/remaja-remaja
nakalnya/anggota DPRnya/ataukah kita dapat mengalihkan perhatian kepada tingkat
analisis dan mempelajari keseluruhan yaitu
kebunnya/hutannya/kampungnya/kelompok gengnya/tetangganya/parlemennya.
Bagi para pendukung tingkat analisis
system internasional, bahwa bangsa-bangsa di dunia ini beserta interaksinya
diantara mereka itu adalah merupakan suatu system. Struktur system dan
perubahan-perubahan yang ada menentukan perilaku actor dalam system hubungan
internasional yang tampak didalamnya. System sebagai lingkungan telah
mempengaruhi perilaku Negara-negara bangsa, digunakan sebagai instrument untuk
menjelaskan perilaku para actor (pelaku-pelaku) dalam system internasional.
1.2
Karakteristik Sistem Internasional
System internasional dalam bentuknya merupakan bentuk
khusus dari system social, meskipun system social berbeda dengan system
internasional. System politik internasional berjalan di dalam suatu system dan
bukan didalam suatu masyarakat atau komunitas. Dalam system social (setiap
masyarakat) ada penerimaan bersama atas level atau tingkat-tingkat sasaran yang
hendak dicapai. Sedangkan dalam system internasional tidak memiliki
nilai-nilai/tujuan bersama, kecuali eksistensi dalam system itu.
Dengan demikian system internasional dapat
diklasifikasikan sebagai sebuah anarkis yang setengah teratur, kebebasan, dan
tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Namun demikian, tingkat yang paling mendasar
dalam konstruksi system internasionalnyalah pelaku-pelaku (actor-aktor) yang
diibaratkan berada pada sebuah panggung. System internasional dilihat sebagai
suatu gagasan bahwa disana terjadi suatu hubungan-hubungan dalam kaitannya dengan
aktivitas-aktivitas antar para pelaku.
Masyarakat adalah salah satu struktur bagi
individu-individu. Masyarakat yang terdiri dari manusia-manusia yang
melaksanakan interkasi dalam lingkungan kerjasama itu. Kegiatan interkasi ini
berjalan dalam kondisi berkesesuaian dan ini tampak dalam tindakan-tindakan
bersama dlam membentuk struktur social yang diketahui sebagai bentukan bagi
sebuah organisasi.
Negara bangsa sebagai pelaku utama dalam system
internasional. Sejumlah Negara-negara bangsa didalam system itu muncul secara intens terutama sejak
usainya perang dunia kedua. Disamping Negara-negara bangsa sebagai actor utama
dalam system internasional, juga ia terdiri dari pelaku-pelaku yang bukan
Negara bangsa, yaitu Intergovernmental Organization (IGOs), dan
Non-Governmental Organization (NGOs). Atau dengan berdasarkan klasifikasi ini
dimasukkan sebagai lembaga-lembaga internsional yang kini berjumlah kurang
lebih 200-an dan yang memperkerjakan kira-kira 500.000 orang pejabat-pejabat
internasional yang tidak tunduk kepada hokum dan ketentuan nasional darimana
mereka datang.
Badan-badan internasional, sebagai pelaku berikutnya
disamping dua pelaku yang telah disebutkan di atas adalah dalam bentuk
badan-badan transnasional seperti Multinational Corporations (MNCs),
kelompok-kelompok gerakan politik, ataupun kelompok-kelompok keagamaan,
kelompok-kelompok ekonomi social politik, Amnesti Internasional, dan
sebagainya.
1.2
Karakteristik Sistem Internasional
System internasional dalam bentuknya merupakan bentuk
khusus dari system social, meskipun system social berbeda dengan system
internasional. System politik internasional berjalan di dalam suatu system dan
bukan didalam suatu masyarakat atau komunitas. Dalam system social (setiap
masyarakat) ada penerimaan bersama atas level atau tingkat-tingkat sasaran yang
hendak dicapai. Sedangkan dalam system internasional tidak memiliki
nilai-nilai/tujuan bersama, kecuali eksistensi dalam system itu.
Dengan demikian system internasional dapat
diklasifikasikan sebagai sebuah anarkis yang setengah teratur, kebebasan, dan
tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Namun demikian, tingkat yang paling mendasar
dalam konstruksi system internasionalnyalah pelaku-pelaku (actor-aktor) yang
diibaratkan berada pada sebuah panggung. System internasional dilihat sebagai
suatu gagasan bahwa disana terjadi suatu hubungan-hubungan dalam kaitannya
dengan aktivitas-aktivitas antar para pelaku.
Masyarakat adalah salah satu struktur bagi
individu-individu. Masyarakat yang terdiri dari manusia-manusia yang
melaksanakan interkasi dalam lingkungan kerjasama itu. Kegiatan interkasi ini
berjalan dalam kondisi berkesesuaian dan ini tampak dalam tindakan-tindakan
bersama dlam membentuk struktur social yang diketahui sebagai bentukan bagi
sebuah organisasi.
Negara bangsa sebagai pelaku utama dalam system
internasional. Sejumlah Negara-negara bangsa didalam system itu muncul secara intens terutama sejak
usainya perang dunia kedua. Disamping Negara-negara bangsa sebagai actor utama
dalam system internasional, juga ia terdiri dari pelaku-pelaku yang bukan
Negara bangsa, yaitu Intergovernmental Organization (IGOs), dan
Non-Governmental Organization (NGOs). Atau dengan berdasarkan klasifikasi ini
dimasukkan sebagai lembaga-lembaga internsional yang kini berjumlah kurang
lebih 200-an dan yang memperkerjakan kira-kira 500.000 orang pejabat-pejabat
internasional yang tidak tunduk kepada hokum dan ketentuan nasional darimana
mereka datang.
Badan-badan internasional, sebagai pelaku berikutnya
disamping dua pelaku yang telah disebutkan di atas adalah dalam bentuk
badan-badan transnasional seperti Multinational Corporations (MNCs),
kelompok-kelompok gerakan politik, ataupun kelompok-kelompok keagamaan,
kelompok-kelompok ekonomi social politik, Amnesti Internasional, dan
sebagainya.
1.3
Struktur Dalam Sistem Internasional
Pelaku-pelaku internasional dari berbagai bentuknya,
lingkup kegiatannya, keanggotaannya, tujuan/sasarannya, ikut memeriahkan
panggung politik internasional,bagi pandangan yang dikemukakan oleh Jhon K.Gamble
(et.al), mengelompokkan pelaku-pelaku itu ke dalam dua kategori pokok, yakni
pelaku-pelaku besar (major) dan pelaku-pelaku kecil (minor), digambarkan
sebagai berikut:
Major Actors :
-
States/or Countries
-
International
Organizations (IGOs)
-
Multinational
Corporations (MNCs)
-
Elites
Minor Actors :
-
Individual
-
Non Governmental
Organization (NGOs)
1.4
Karakteristik Konflik Sistem Internasional
Disini dikemukakan dua contoh jenis konflik dengan sasaran
keseimbangan, yaitu yang pertama adalah Expansionist Policies yakni suatu
kebijakan politik yang dilakukan oleh suatu negara untuk tujuan memperluas
wilayah kekuasaannya dan dengan demikian tentunya ia berhadapan dengan Negara
lainnya. Diantara factor-faktor itu adalah untuk mempertahankan prestise
(gengsi) terutama bagi Negara-negara besar seperti akuisisi terhadap
bahan-bahan mentah, memperluas tempat pasar atas barang-barang mereka, mencari
tenaga-tenaga buruh yang relatif murah, pencarian bagi landasan atau pangkalan
militer, dan sebagainya.
Jenis yang kedua dari sasaran keseimbangan atas konflik
adalah Revionist dan Status-quo Confrontation, adalah suatu bentuk konflik atau
persengketaan yang bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap
Negara-negara status-quo. Bentuk konflik seperti ini muncul pada saat kondisi
atau keadaan dimana kebijakan ekspansionis berhadapan dengan
kepentingan-kepentingan Negara-negara yang memiliki status-quo dan pada
umumnya Negara-negara revisionislah yang
memulai konflik dan Negara yang berstatus-quo akan berusaha membela diri dengan
berbagai cara dan strategi yang ada.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Bahwa system internasional yang dijadikam sebagai
model analisis untuk menggambarkan fenomena politik internasional dalam tataran
yang sangat luas dan dalam. System internasional senantiasa dilandasi oleh
pemikiran dasar atau konsep system itu sendiri dalam mana setiap
atribut-atribut yang ada dalam system itu saling berinteraksi satu sama lain
dan senantiasa ada saling ketergantungan.
2. System internasional yang di maksudkan dalam hubungan
ini adalah system internasional yang memuat berbagai atribut-atribut yang
berisi pelaku-pelaku. Pelaku-pelaku ini terdiri dari nrgara-negara,
organisasi-organisasi internasional (IGOs,NGOs,MNCs) ataupun orang-perorangan
yang ikut memberikan kontribusi atau paling tidak memberikan pengaruh terhadap
mekanisme dan dinamika system internasional.
3. System internasional sebagai suatu kumpulan dari
satuan-satuan politik yang masing-masing adalah independen dan mempunyai proses
interaksi dengan tingkat keteraturan tertentu. Namun dalam kelanjutan adanya
interaksi tadi, adalah implikasi dalam suasana internasionalnya yakni terjadi
konflik-konflik internasional. Dan ini pulalah yang menjadi karakteristik
system internasional yakni adanya konflik dan kerjasama.
4. Karakteristik formulasi dari satuan politik yang
saling berinteraksi tersebut, pada akhirnya membentuk suatu system
internasional adalah konflik dan kerjasama(damai) sebagai resultance dari
bermacam interaksi internasional itu dalam tataran yang lebih moderat.
5. Meskipun demikian , dapat diamati bahwa tatanan aturan
perdamaian seyogianya dapat diamati. Aturan yang diartikan dalam hubungan ini
adalah usaha-usaha mengelola atas konflik-konflik yang terjadi dalam lingkungan
system internasional. Maka dalam konteks ini dikenal dengan pengelolaan konflik
dalam system internasional. Pengelolaan atas konflik-konflik internasional
tersebut dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan teori dan metode apakah itu
terlihat dari segi hokum internasional,organisasi-organisasi internasional,maupun
tindakan penyesalan diluar hokum yakni dengan tindakan
kekerasan,bagaimanapun,usaha-usaha mengelola konflik-konflik dalam hubungan
antara Negara-negara bangsa sedikit banyak berfungsi untuk mencegah konflik
yang lebih luas. Oleh sebab itu nampaknya sukar untuk di bantah bahwa hubungan
internasional pasa akhirnya merupakan forum interaksi dari berbagai
kepentingan-kepentingan nasional Negara-negara, yang dilakukan dalam tataran
internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar